Wednesday, February 4, 2015

KETEKNIKAN KEHUTANAN / 085750787992


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam dinegara kita yang bermanfaat secara ekonomi salah satunya yaitu penghasil devisa. Hutan mampu memberikan mamfaat yang besar dan beraneka ragam bagi makhluk hidup. Karena hutan memiliki mamfaat sedemikian besarnya, maka manusia perlu mengelola hutan agar dapat memberikan mamfaat yang semaksimal mungkin tanpa mengabaikan kelestariannya.
                     Menurut Bruenig (1996) , Hutan adalah suatu bidang lahan yang tertutupi oleh pohon-pohon yang dapat membentuk keadaan iklim tegakan (iklim mikro di dalam hutan), termasuk bagian bidang lahan bekas tebangan melalui tebang habis, di dalam wilayah hutan tetap pada tanah negara atau tanah milik, yang setelah pemanenan (penebangan) terhadap tegakan hutan yang terdahulu, dilakukan pembuatan dan pemeliharaan permudaan alam atau penghutanan kembali.
            PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi antar pusat kegiatan. PWH diwujudkan oleh penyediaan jaringan angkutan, barak kerja, dan penimbunan kayu. Jalan hutan adalah jalan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut kayu/ hasil hutan ke tempat pengumpulan hasil hutan (TPn/ TPK) atau ke tempat pengolahan hasil hutan. Jalan induk adalah jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pengusahaan hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan (Dephut 1993).
            PWH adalah kegiatan kehutanan yang menyediakan prasarana/ infrastruktur (jaringan jalan, log pond,base camp induk dan base camp cabang, base camp pembinaan hutan, tempat penimbunan kayu/ TPK, tempat pengumpulan kayu/ TPn, jembatan dan gorong-gorong, dan menara pengawas) dalam melancarkan kegiatan pengelolaan hutan. Pada Pengelolaan hutan lestari, prasarana PWH yang dibangun harus bersifat permanen karena peranan PWH dalam pengelolaan hutan lestari adalah harus dapat melayani kebutuhan pengelolaan hutan masa kini dan masa yang akan datang. Ciri-ciri PWH yang merupakan persyaratan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dapat dilihat dari desainnya yang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Keselamatan kerja karyawan dan umum.
2. Sesuai dengan bentang alam.
3. Mengakomodasi 50-100 tahun banjir.
4. Menghindari kerusakan kawasan lindung dan gangguan terhadap flora dan
fauna langka atau yang dilindungi.
5. Bahaya erosi.
6. Pengembangan akses masyarakat setempat.
Tujuan PWH adalah untuk memudahkan masyarakat untuk mengambil sumber daya hutan secara optimal atau dapat dikatakan untuk mempermudah pengelolaan hutan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan-bahan kayu dan kegunaan hutan yang tidak dapat diraba secara aman dan murah dengan memperhatikan kualitas lingkungan, sedangkan sasarannya adalah untuk dapat dicapai dengan jalan memberikan pelayanan untuk pengangkutan karyawan keseluruh kawasan hutan ketempat yang aman untuk mengadakan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, perlindungan, dan perawatan hutan, pemungutan hasil hutan dan pengangkutan peralatan.
Dalam pembuatan jalan hutan diusahakan jalan tersebut dapat menghubungkan satu tempat dengan tempat yang lain dengan jarak sesingkat mungkin, sehingga jalan tersebut mampu memberikan kelancaran dalam proses PWH. Akan tetapi kenyataan dilapangan merupakan pekerjaan yang sangat sulit dikerjakan, hal ini dikarenakan banyaknya rintangan dilapangan serta keadaan topografi yang sedemikian rupa sehingga dalam perencanaan pembuatan jalan hutan haruslah sesuai dengan keadaan dilapangan.
Dalam hal pembuatan jalan dilapangan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Faktor metode eksploitasi hasil hutan.
b. Bentuk topografi dilapangan.
c. Iklim dan cuaca dalam wilayah tersebut.
d. Jenis tanah serta kondisi tanah dilapangan.
e. Jumlah dan kemampuan kendaraan yang direncanakan untuk pengangkutan.
f. Keadaan sosial ekonomi masyarakat disekitar kawasan hutan.
Selain faktor tersebut, yang paling penting untuk diperhatikan adalah ketersediaan biaya untuk pembuatan jalan tersebut yang nantinya juga berpengaruh terhadap penentuan kelas jalan yang dibuat.
B.  Tujuan
Ada beberapa tujuan yang dapat dicapai dari pelaksanaan praktikum ini yaitu :
1.      Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan membaca peta kontur.
2.      Memberi latihan cara mengklasifikasikan wilayah hutan berdasarkan tingkat kemiringan lereng.
3.      Memberi latihan dalam merencanakan jaringan jalan hutan.
4.      Mengetahui cara memilih alternative pembukaan wilayah hutan yang optimal.
5.      Memberikan latihan menghitung volume dan biaya galian serta timbunan sesuai dengan aligment yang telah direncanakan.
6.      mampu menghitung biaya pembuatan jaringan jalan hutan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    jaringan jalan
Didalam perencnaan jalan hutan dikenal istilah kerapatan jalan (Roat Density) yaitu jumlah panjang jalan rata-rata persatuan luas (m/ha).
Menurut Djoko Asmoro (1990), Jaringan jalan merupakan satu kesatuan sistem terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki.
Menurut Soeparto dan Mardikanto (1985), jalan hutan adalah suatu bentuk jaringan jalan didalam hutan yang terdiri dari kumpulan potongan-potongan jalan yang bersambung satu sama lain dan merupakan satu kesatuan guna melayani kebutuhan pengangkutan. Pada daerah datar umumnya jaringan jalan merupakan kumpulan-kumpulan jalan-jalan lurus dengan sedikit belokan, situasi ini memungkinkan angkutan yang cepat dan pendek. Tetapi kenyataan dilapangan tidak selalu berbentuk lurus karena bentuk topografi hutan yang tidak rata sehingga menyebabkan jaringan jalan yang dibuat terpaksa memiliki banyak belokan , sehingga jalan yang dibuat menjadi panjang dan tidak sesuai dengan perencanaan sebelumnya.

B . Penampang Memanjang Jalan
Tinggi permukaan tanah yang telah dilalui oleh as jalan tidak selalu sama dengan tinggi permukaan tanah asli, karena itu untuk mendapatkan tinggi muka tanah sebagai as jalan perlu dibuat pendakian-pendakian yang lebih lembut. Untuk itulah perlu dibuat garis perataan yang merupakan badan jalan dimana as jalan nantinya akan melalui garis perataan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pendakian-pendakian yang didapat dipenampang memanjang dapat diminimalisir.
Dengan adanya garis perataan maka pada penampang memanjang akan terlihat adanya galian dan timbunan yang merupakan selisih antara tinggi tanah asli dengan perataan as jalan yang bearti permukaan garis perataan. Jika permukaan tanah asli lebih tinggi dari garis perataan maka akan terdapat galian, dan sebaliknya jika permukaan tanah asli lebih rendahdari garis perataan maka akan dilakukan penimbunan tanah pada as jalan.

C. Penampang Melintang Jalan
Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian –bagian jalan.Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus sesuai dengan klasifikasi jalan serta kebutuhan lalu lintas yang bersangkutan,demikian pula lebar badan jalan, drainase dan kebebasan pada jalan raya semua harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Agar dapat diperoleh perkiraan berapa besar volume pekerjaan tanah (dalam menduga besarnya volume tanah yang akan digali dan ditimbun), maka perlu dibuat penampang melintang jalan. Pekerjaan ini erat hubungannya dengan pekerjaan sebelumnya.
Pada penampang melintang jalan dapat dilihat penampang memanjang permukaan tanah asal yang akan dilewati dan garis perataan yang hendak digunakan sebagai as jalan. Atas dasar penampang memenjang jalan, kita bisa membuat penampang melintang tanah asal dan penampang melintang jalan.
Bagian-bagian jalan yang dapat dilihat pada penampang melitang jalan antara lain :
Selokan (talud) yang terletak dikanan dan kiri jalan.
Bahu jalan / jalur lunak (Berm) yang berdampingan dengan selokan.
Jalur jalan yang dilewati kendaraan (badan jalan)
Penampang melintang tanah asal
Dengan gambaran bagian-bagian jalan pada penampang melintang tanah asal maka akan terlihat besarnya galian dan timbunan yang akan dikerjakan suatu titik profil.




Gambar I

                                             Badan jalan                      Berm                  Selokan           
  
Penampang melintang jalan dan bagian-bagiannya

Apabila digabungkan antara penampang melintang tanah dan penampang melintang jalan maka akan terlihat bentuk penampang melintang galian dan timbunan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2
                   b                            a                                        c
 d
            Galian dan timbunan pada penampang melintang tanah


Keterangan : a. Penampang melintang tanah
b. Timbunan
c.  Galian
d.  Selokan

D. Daftar Pekerjaan Tanah
Untuk dapat menduga secara keseluruhan besarnya galian dan timbunan pada pekerjaan pembuatan trace jalan ini maka perlu dibuat daftar pekerjaan tanah. Untuk mengisi daftar ini perlu dilakukan perhitungan terhadap luas galian dan timbunan yang ada pada setiap titik profil berdasarkan penampang melintang yaitu dengan membagi daerah tersebut menjadi beberapa bagian yang dapat berbentuk segi tiga siku-siku, bujur sangkar, persegi panjang da lainnya agar perhitungan dapat lebih mudah dan teliti. Pengunaan planimeter dapat digunakan untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat.
Luas galian dantimbunan dari masing-masing titik profil dihitung dalam satuan millimeter. Untuk mendapatkan luas galian dan timbunan yang sebenarnya dilapangan, maka luas galian galian dan timbunan yang terdapat pada kertas grafik harus dibagi dengan 25 mm2 dan kemudian dikalikan denagan 1 mm, karena skala yang digunakan pada penampang melintang adalah 1: 200.
            Setelah memperoleh luas galian dan timbunan, maka volumenya dapat dihitung dengan menggunakan prinsif seperti menghitung volume limas terpancang, yaitu dengan rumus :Luas bidang atas + Luas bidang tanah x  jarak antara kedua bidang
                              2
atau sama dengan : “rata-rata bidang atas dan bidang bawah dikali jarak kedua bidang”.

Sesuai dengan prinsif tersebut maka perlu kita cari terlebih dahulu luas masing-masing bidang galian dan timbunan pada tiap-tiap titik profil. Setelah itu, barulah dicari rata-rata bidang galian / timbunan antara dua titik profil yang berdekatan. Selanjutnya dikalikan rata-rata bidang galian atau timbunan dengan jarak antara titik profil yang berdekatan. Setelah itu menjumlahkan volume galian atau timbunan sehingga dihasilkan taksiran kasar volume galian atau timbunan pada jalan yang akan dibuat.
Perencanaan Trace
Sebelum membuat jaringan jalan hutan, dilakukan terlebih dahulu pemilihan trace jalan hutan yang akan dibuat untuk mendapatkan jaringan jalan angkutan yang dapat mengeluarkan hasil hutan dengan cepat dan lancar.selain itu, jaringan jalan yang dibuat hendaknya cukup aman dan tidak memakan biaya yang besar.
Pembuatan trace jalan dilakukan secara bertahap, mulai dari persiapan sampai dengan pengukuran trace tetap (Soeripto dan Mardikanto, 1985).
1. Persiapan
Untuk merencanakan jaringan jalan hutan yang baik diperlukan peta-peta dan informasi lain yang berhubungan dengan wilayah yang akan dibuka. Informasi tersebut diperlukan untuk memperlancar pelaksanaan pembangunan jalan hutan. Peta-peta yang digunakan sebagai sumber informasi antara lain peta topografi, peta hutan, peta kadaster, peta pengairan, peta penafsiran potret udara, peta geologi dan peta tanah.
Dalam perencanaan jalan angkutan hasil hutan, peta topografi dan peta hutan sangat diperlukan karena dari peta tersebut dapat digambarkan beberapa trace yang mungkin akan dibuat dilapangan. Dalam hal ini kita perlu membuat beberapa alternatif untuk menjaga jika terjadi kegagalan dalam pelaksanaan sehingga dapat dengan mudah mencari trace yang baru.
Dalam pembuatan trace, bentuk trace yang lurus adalah bentuk yang terbaik karena memiliki jarak angkut yang pendek. Penyimpangan dari bentuk trace yang lurus hanya diperbolehkan jika :
Untuk menghindari tanjakan yang melampaui batas maksimum kendaraan.
Untuk menghindari keadaan yang luar biasa seperti tanah longsor, tanah yang tidak stabil dll.
Untuk menghindari kemungkinan pembuatan bangunan-bangunan yang sangat besar dan mahal.
Untuk keperluan pembukaan sekunder wilayah hutan.
Berdasarkan keadaan-keadaan diatas, maka trace yang akan dibuat nantinya terdiri dari garis-garis lurus dan bagian-bagian busur lingkaran.
Jika didapatkan suatu trace yang lurus dengan jarak tempuh yang panjang dimana secara teknis dan ekonomis tidak memerlukan tikungan, maka perlu dibuat tikungan-tikungan kejut bila terasa adanya tanjakan atau turunan ditempat tersebut agar sipengemudi tidak terlena atau mengantuk karena jalan yang monoton.




2. Penyelidikan Lapangan
Penyelidikan lapangan yang dilakukan adalah secara kasar, yang bertujuan untuk mengenal bentuk sebenarnya dilapangan. Penyelidikan dilakukan dari tempat-tempat yang agak tinggi supaya didapat pandangan yang luas atas seluruh lapangan. Titik-titik yang ada di dalam peta dan dapat dicapai dilapangan harus dipelajari dengan seksama untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul.
3. Pengukuran Trace Sementara
Setelah membuat trace sementara dilapangan, maka akan dilakukan pengukuran trace sementara dan digambarkan dipeta, sehingga letak trace sementara terhadap kelompok hutan yang akan dibuka dan jalan-jalan lain yang telah dibuat dapat dipelajari lebih lanjut.
4. Penetapan Trace 
Setelah tahap diatas selesai, maka kita perlu menetapkan trace secara definitif. Pekerjaan ini mencakup pemasangan petak-petak sumbu berukuran 50 x 8 x 8 cm dengan jarak 20 m antara satu dengan yang lainnya pada jalan yang lurus dan 50 m atau 10 m untuk belokan.
5. Pengukuran Trace Tetap
Pengukuran trace secara definitif dilengkapi dengan pengukuran aliran-aliran sungai yang dipotong oleh trace diukur dandipelajari dan dibuat dilapangan, barulah melakukan pengukuran trace tetap yang tujuannya untuk mendapatkan bahan untuk membuat gambar situasi, gambar denah, penampang melintang dan membujur dari trace jalan.









BAB III
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk mendukung kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Peta kontur (Skala 1: 2000 dengan interval kontur 1 m )
b. Pengaris
c. Pensil
d. Penghapus
e. Busur derajat
f. Jangka
g. Pulpen
h. Kalkulator
i. Kertas grafik (Millimeter Block)

B.  Metode Kerja
Suatu peta topografi yang disediakan kita memperhitungkan atau pembuatan trace jalan, pembuatan penanpang memanjang jalan , pembuatan penanpang melintang jalan , dan daftar pekerjaan tanah dan analisa biaya.












BAB IV
ANALISA DATA

A. Pembuatan Trace
a.   Menghubungkan titik A dan titik B pada peta kontur, dengan ketentuan :- tanjakan maksimum ( daerah datar 5 %, daerah pegunungan sedang 6 – 7   %,  daerah pegunungan berat 8 -10 %, dan belokan 5 %)
- jari-jari belokan maksimum adalah 50 m
- jarak antar titik profil pada tempat yang lurus maksimum 100 m, sedangkan  pada belokan diletakkan tiga titik profil masing-masin pada awal, tenggah  dan akhir.
b.  Meletakkan titik-titik profil sepanjang trace yang menghubungkan titik A dengan titik B dan diberi nomor urut mulai dari A – 1 – 2 – 3 …. – B.
c.Membuat daftar pembantu pada saat permulaan menggambarkan trace pada peta agar dapat mengikuti ketentuan yang diberikan.
d. Membuat garis-garis patah pada permulaan menggambarkan trace dari titik A ke titik B, kemudian menghubungkannya dengan busur lingkaran sebagai belokan jalan.
e.membuat beberapa trace rencana agar dapat diadakan pilihan lain jika tarce tidak memenuhi syarat.

B.   Pembuatan Penampang Memanjang
a.Menggambarkan penampang memanjang pada kertas garfik agar didapat gambaran yang teliti
b. Membuat gambar penampang memanjang berdasarkan pekerjaan pembuatan trace. Penggambaran arah vertikal dengan skala 1 : 200 untuk ketinggian dan penggambaran arah horizontal dengan skala 1 : 2000 untuk arah mendatar.
c.Membuat garis perataan untuk mendapatkan tinggi permukaan tanah sebagai as jalan dengan pendakian-pandakian yang lembut.
d. mengisi tabel yang terletak dibawah penampang memanjang yaitu sebagai berikut :
1. Nomor titik profil
Pemberian nomor titik profil dimulai dari titik A dan diteruskan nomor 1, 2,….berurutan sampai di titik B.
Jarak antar titik profil
Jarak antar titik profil disesuaikan dengan skala horizontal yaitu 1 : 2000 dengan mengambil data dari pekerjaan pembuatan trace.
2. Jarak langsung
Jarak langsung adalah penjumlahan antara jarak profil dari titik A sampai titik tertentu hingga titik B. perhitungan jarak langsung ini bertujuan untuk mengetahui berapa jarak titik profil tertentu dengan titik awal pembuatan trace.
3. Tinggi tanah di as jalan
Tinggi tanah di as jalan merupakan tingginya titik profil dilapangan sebelum sebelum ditarik garis perataan, untuk mengisinya maka perlu dilihat kembali pekerjaan pembuatan trace.
4. Tinggi as jalan
Tinggi as jalan merupakan ketinggian yang sebenarnya dari permukaan badan jalan yang akan dibangun, ini dapat dilihat setelah ditarik garis perataan. Umtuk suatu garis perataan biasanya pelandaian diperkecil atau diperkecil.
5. Perbedaan galian dan timbunan
Dengan memperhatikan posisi penanpang memanjang tanah dan garis perataan pada titik profil maka akan dilihat besarnya galian atau timbunan. Jika garis perataan terletak dibawah garis penampang memanjang tanah maka akan terdapat galian dan jika garis penampang memanjang terletak diatas garis penampang memanjang tanah maka akan terdapat timbunan.
6.      Pelandaian dan helling mula-mula
Persentase perbandingan antara selisih tinggi tanah di as jalan dari dua titik profil yang berurutan dengan jarak antara kedua titik profil tersebut.


7.      Pelandaian garis perataan
Perbandingan persentase antara selisih tinggi as jalan dari dua titik profil yang berurutan dengan jarak antar kedua titik profil tersebut.
8.      Jalan lurus atau belokan
Pada garis ini hanya diperhatikan suatu kode gambar untuk melihat dimana terdapat jalan lurus atau belokan, serta berapa besarnya jari-jari belokan dan sudut belokan.

C. Pembuatan Penampang Melintang
a.  Menggambarkan penampang melintang diatas kertas grafik agar lebih mudah dan teliti, dengan memperhatikan gambar trace yang telah dibuat pada peta situasi dan gambar penampang melintang.
b. Membuat bidang melintang trace pada peta situasi dimana bidang ini akan tergambarkan sebagai garis lurus yang memotong tegak lurus trace.
c.  menentukan terlebih dahulu titik-titik tinggi tanah pada as jalan dan tinggi as jalan pada tempat dimana dimana dibuat penampang melintang yaitu pada kertas dengan skala 1: 200.
d. membuat garis tinggi yang mencakup penampang melintang tanah dan jalan dimana titik-titik tinggi tanah pada as jalan dan as jalan telah diletakkan.
e. memindahkan potongan garis tegak lurus trace dengan setiap garis kontur yang berdekatan dengan titik profil dengan cara memplotkan setiap titik potong tadi pada tempat penggambaran penampang melintang sehingga didapat penampang melintang tanah.
f. membuat penampang melintang badan jalan dengan ketentuan :
- lebar badan jalan 5 m ( 2,5 cm pada kertas grafik ).
- lebar berm kiri kanan jalan masing-masing 1,5 m
- lebar selokan atau talud 1 m dan dalamnya 0,5 m
- kemiringan talud 1 : 1 dengan  sudut 450



D. Pembuatan Daftar Pekerjaan Tanah 
a. Menghitung luas masing-masing bidang galian dan timbunan pada setiap titik profil berdasarkan gambar penampang melintang.
b. Mengkonversikan nilai luas bidang galian dan timbunan yang terdapat pada m2 ( luas sebenarnya dilapangan ), yaitu dengan membagi 25 mm2 dan kemudian dikalikan 1 m2.
c. Menghitung rata-rata dari luas bidang galian dan timbunan antara dua titik profil yamg brdekatan.
d.  Menghitung volume galian dan timbunan dengan mengalikan antar jarak dua titik profil yang berdekatan dengan luas rata-rata bidang galian dan timbunan dari kedua titik profil yang berdekatan tersebut.
e. Menjumlahkan secara keseluruhan volume galian dan timbunan, sehingga didapat volume totalnya.

Analisa biaya
Setelah seluruh tahap perencanaan pekerjaan diatas selesai, maka dapat dibuat rancangan biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan pembuatan jalan tersebut.
Dalam praktikum ini, biaya yang diterapkan adalah :
a.         Untuk biaya galian sebesar Rp. 85.000,-/ m2.
b.         Untuk biaya timbunan sebesar Rp. 75.000,-/ m2.
Dari taksiran volume galian dan timbunan dapat diketahui seberapa besar biaya yang dibutuhkan pada kegiatan pembuatan trace jalan hutan.besar Rp. 35.000,-/ m:
 pembuatan jalan tersebut.
idapat volume totalnya.
bar penampang melintang.
p titi









BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
A. Pembuatan trace
Pembuatan trace jalan dari titik profil A ke titik profil B yang dibuat pada peta kontur berskala 1 : 2000 diperoleh dari hasil data sebagai berikut :
Tabel 1
Tinggi titik profil

Nama profil
Tinggi titik profil ( m dpl )

A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
B

513
514
513
514
515
514
513
514
515
515
514
513
513
512
513
515
519
517
518

Tabel 2
Jarak antar titik profil

Nama profil
Jarak antar titik profil ( m )

A - 1
1 - 2
2 - 3
3 - 4
4 - 5
5 - 6
6 - 7
7 - 8
8 - 9
9 - 10
10-11
11-12
12-13
13-14
14-15
15-16
16-17
17-B


60
90
44
22
20
20
30
30
50
46
39,25
39,25
18
30
40
20
10
10








Pada tahap pembuatan trace dilakukan perhitungan helling atau tanjakan akan masing-masing titik profil. Pada pembuatan trace ini terdapat 19 titik termasuk titik profil A dan titik profil B. persamaan yang digunakan untuk menentukan helling adalah sebagai berikut :

H = Bt  x 100 %
         J

Keterangan :
H         : Helling
Bt        : Beda tinggi
J           : Jarak 

Sedangkan untuk belokan panjang busur J ( jarak antar titik profil pada belokan )

J =    α    x   2   x   π   x    R
       360

Dimana :

J  : jarak antar profil

R : jari – jari   
α  : besarnya sudut pada profil tikungan.
Perhitungan helling :

Titik profil A – 1 : Bt  = 513– 514 = 1 m
                                J   =  60 m
                                H =1 x 100 %
60
                                    = 1,7%

Titik profil 1 – 2 : Bt   = 514 – 513 = 1 m
                               J    = 90 m
                               H =1 x 100 %
90
                                    = 1,1 %

Titik profil 2 – 3 : Bt   = 513 – 514 = 1 m
                                J   = 44 m
                                H =1 x  100 %
44
                                    = 2,2%

Titik profil 3 – 4 : Bt   = 514 – 515 = 1 m
                               J    = 22  m
                               H  =1  x 100 %
22
            = 4,5 %

Titik profil 4 – 5 : Bt   = 515 – 514 = 1m
                   J   = 20 m

                        H  = 1x 100 %
20
                                    = 5 %

Titik profil 5 – 6 : Bt   = 514– 513 = 1 m
                   J   =  20 m

                               H  = 1 x 100 %
                                    20
                                    = 5  %

Titik profil 6 – 7 : Bt   = 513 – 514 = 1 m
                                J   = 30  m
                                H = 1 x 100%
                                    30
                                    = 3,3 %

Titik profil 7 – 8 : Bt   = 514 – 515 = 1 m
                               J    = 30 m
                               H  =1  x 100 %
                                    30
                                    = 3,3 %

Titik profil 8 – 9  : Bt  = 515 – 515= 0 m
                               J    = 50 m
                               H  =0x 100 %
50

                                    = 0 %

Titik profil 910  : Bt= 515 – 514= 1 m
                               J    = 46 m
                               H  =1x 100 %
46

                                    = 2,17 %

Titik profil 1011  : Bt= 514 – 513= 1 m
                               J    = 39,25 m
                               H  =1x 100 %
39,25

                                    = 2,54%

Titik profil 1112  : Bt= 513 – 513= 0 m
                               J    = 39,25 m
                               H  =0x 100 %
39,25

                                    = 0 %

Titik profil 1213  : Bt= 513 – 512= 1 m
                               J    = 18 m
                               H  =1x 100 %
18

                                    = 5,5%

Titik profil 1314  : Bt= 512 – 513= 1 m
                               J    = 30 m
                               H  =1x 100 %
30

                                    = 3,3 %

Titik profil 1415  : Bt= 513 – 515= 2 m
                               J    = 40 m
                               H  =2x 100 %
40

                                    = 5 %

Titik profil 1516  : Bt= 515 – 519= 4 m
                               J    = 20 m
                               H  =4x 100 %
20

                                    = 20%

Titik profil 1617  : Bt= 519 – 517= 2 m
                               J    = 10 m
                               H  =2x 100 %
10

                                    = 20%

Titik profil 17 B  : Bt= 517 – 518= 1 m
                               J    = 10 m
                               H  =1x 100 %
                                       10

                                    = 10 %


Tabel 3           
Daftar pembantu pembuatan tarce

  Nama
   Profil
  Jarak antar
     Profil (m)
     Beda
 Tinggi (m)
    Helling
      ( % )
   Lurus/        belokan

Keterangan
A

1

2

3

4

5

6

7

8

9


60

90

44

22

20

20

30

30

50

46

1

1

1

1

1

1

1

1

0

1

1,7

1,1

2,2

4,5

5

5

3,3

3,3

0

2,17

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus


















10


11


12


13


14


15


16


17


B




39,25


39,25


18


30


40


20


10


10




1


0


1


1


2


4


2


1


2,54


0


5,5


3,3


5


20


20


10


Belokan


Belokan


Lurus


Lurus


Lurus


Lurus


Lurus


Lurus






α = 45°


α = 45°



B.  Pembuatan Penampang melintang
            1.   Nomor titik profil 
            Nomor titik profil disini adalah titik-titik pad trace yang dimulai dari
            A – 1 – 2 ….. – B. semua titik tersebut telah memiliki ketinggian dari permukaan laut yang berbeda-beda.
2.         Jarak Antar Titik Profil ( m)
                       
Nama profil
Jarak antar titik profil ( m )

A - 1
1 - 2
2 - 3
3 - 4
4 - 5
5 - 6
6 - 7
7 - 8
8 - 9
9 - 10
10-11
11-12
12-13
13-14
14-15
15-16
16-17
17-B


60
90
44
22
20
20
30
30
50
46
39,25
39,25
18
30
40
20
10
10


3.  Jarak Langsung

Nama profil
Jarak langsung antar titik profil ( m )
A – 1

1 – 2

2 – 3

3 – 4

4 – 5

5 – 6

6 – 7

7 – 8

8 – 9

9 –10

10-11

11-12

12-13

13-14

14-15

15-16

16-17

17-B

60

150

194

216

236

256

286

316

366

412

451,25

490,5

508,5

538,5

578,5

598,5

608,5

618,5


4.  Tinggi As Jalan
            Tinggi as jalan adalah tinggi sebenarnya dari permukaan badan jalan yang akan dibangun. Tinggi as jalan dilihat setelah menarik garis perataan.
Tabel 4
Tinggi as jalan
Nama profil
Tinggi titik profil ( m dpl )

A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
B


513
514
513
513,5
513,8
514
514,2
514,6
515
515
514
513
513
513,5
514,6
516
516,6
517
517,4
























5.   Perbedaan galian dan timbunan
Perbedaan galian dan timbunan dapat dicari pada penampang memanjang dengan melihat garis tinggi tanah diatas as jalan dan garis perataannya.

6.  Helling mula-mula
Heling mula-mula dapat dilihat pada tabel data pembuatan trace atau tabel daftar pembantu pekerjaan tanah

7.Helling garis perataan
Helling garis perataan merupakan persentase perbandingan antara beda tinggi as jalan dari dua titik profil yang berdekatan dengan jarak antara kedua titik profil tersebut.
Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut :

 H = Bt  x 100 %
         J
Keterangan :
H         : Helling
Bt        : Beda tinggi
J           : Jarak 

Titik profil A – 1 : Bt  = 513– 514 = 1 m
                                J   = 60 m
                                H =1 x 100 %
60
                                    = 1,7%

Titik profil 1 – 2 : Bt   = 514 – 513 = 1 m
                               J    = 90 m
                               H =1 x 100 %
90
                                    = 1,1 %

Titik profil 2 – 3 : Bt   = 513 – 513,5 = 0,5 m
                                J   = 44 m
                                H =0,5 x  100 %
  44
                                    = 1,13%

Titik profil 3 – 4 : Bt   = 513,5 – 513,8 = 0,3 m
                               J    = 22 m
                               H  =0,3  x 100 %
  22
            = 1,36 %

Titik profil 4 – 5 : Bt   = 513,8 – 514 = 0,2 m
                   J   =   20 m

                                    = 0,2x 100 %
 20
                                    = 1 %

Titik profil 5 – 6 : Bt   = 514– 514,2 = 0,2 m
                   J   =  20 m

                               H  = 0,2x 100 %
                                      20
                                    = 1 %

Titik profil 6 – 7 : Bt   = 514,2 – 514,6 = 0,4 m
                                J   = 30 m
                                H = 0,4 x 100%
                                     30
                                    = 1,3 %

Titik profil 7 – 8 : Bt   = 514,6 – 515 = 0,4 m
                               J    = 30 m
                               H  =0,4  x 100 %
                                      30
                                    = 1,3 %

Titik profil 8 – 9  : Bt  = 515 – 515 = 0 m
                               J    = 50 m
                               H  =0x 100 %
50

                                    = 0 %

Titik profil 910  : Bt= 515 – 514= 1 m
                               J    = 46 m
                               H  =1x 100 %
46

                                    = 2,7 %

Titik profil 1011  : Bt= 514  – 513  = 1 m
                               J    = 39,25 m
                               H  =1x 100 %
39,25

                                    = 2,5%

Titik profil 1112  : Bt= 513 – 513 = 0 m
                               J    = 39,25 m
                               H  =  0  x 100 %
                                       39,25

                                    = 0 %
Titik profil 1213  : Bt= 513 – 513,5 = 0,5 m
                               J    = 18 m
                               H  =0,5x 100 %
18

                                    = 2,7 %
Titik profil 1314  : Bt= 513,5 – 514,6 = 1,1 m
                               J    = 30 m
                               H  =1,1x 100 %
30

                                    = 3,6 %

Titik profil 1415  : Bt= 514,6 – 516 = 1,4  m
                               J    = 40  m
                               H  =  1,4  x 100 %
40

                                    = 3,5 %
Titik profil 1516  : Bt= 516 – 516,6  = 0,6 m
                               J    = 20 m
                               H  =  0,6  x 100 %
20

                                    = 3 %
Titik profil 1617  : Bt= 516,6 – 517 = 0,4 m
                               J    = 10 m
                               H  =0,4x 100 %
10

                                    = 4 %

Titik profil 17 B  : Bt= 517 – 517,4  = 0,4 m
                               J    = 10 m
                               H  = 0,4   x 100 %
10

                                    = 4 %








Tabel 5
Helling garis perataan

Nomor profil
Jarak antar profil
( m )
Beda tinggi
( m )
Helling
( % )

A – 1

1 – 2

2 – 3

3 – 4

4 – 5

5 – 6

6 – 7

7 – 8

8 – 9

9 – 10

10 – 11

11 – 12

12 – 13

13 – 14

14 – 15

15 – 16

16 – 17

17 – B

60

90

44

22

20

20

30

30

50

46

39,25

39,25

18

30

40

20

10

10

1

1

0,5

0,3

0,2

0,2

0,4

0,4

0

1

1

0

0,5

1,1

1,4

0,6

0,4

0,4

1,7

1,1

1,13

1,36

1

1

1,3

1,3

0

2,17

2,5

0

2,7

3,6

3,5

3

4

4


8.jalan lurus / belokan

Nomor profil
Keterangan

A – 1

1 – 2

2 – 3

3 – 4

4 – 5

5 – 6

6 – 7

7 – 8

8 – 9

9 – 10

10 – 11

11 – 12

12 – 13

13 – 14

14 – 15

15 – 16

17 – B


Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Belokan

Belokan

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus

Lurus


C. Pembuatan Penampang Melintang
Pengukuran dilakukan pada setiap titik profil pada peta kontur secara tegak lurus dengan skala pembuatan kontur 1 : 2000. Dari data-data yang yang telah ada maka dapat langsung dilukiskan gambar penampang melintang sesuai dengan angka-angka yang diperoleh pada perhitungan-perhitungan yang dilakukan.

D. Pembuatan Daftar Pekerjaan Tanah
Daftar pekerjaan tanah dapat dilakukan dengan menghitung luas galian dan timbunan pada masing-masing titik profil dengan melihat penampang melintang jalan.
Setelah luas untuk masing-masing titil profil diperoleh, maka untuk mencari volume antara dua titik profil yang berdekatan adalah dengan mencari luas rata-ratanya dan dikalikan dengan jarak antar titik profil tersebut.
Karena skala penampang melintang yang digunakan adalah 1 : 200 maka luas 25 mm2 atau 0,25 cm2 digambar adalah sama dengan luas 1 m dilapangan atau dalam satuan cm2 yaitu 1 cm2 pada grafik sama dengan 4 m2 di lapangan.
Perhitungan luas galian dan timbunan pada masing-masing titik profil adalah sebagai berikut :
Luas segitiga (jika sama kaki) = ½ x alas x tinggi
Luas segitiga (jika sembarang) =
S= ½ x keliling = a+b+c/2
Luas trpesium = ½ x jumlah sisi sejajar x tinggi
Luas persegi panjang = panjang x lebar
Luas bujur sangkar = sisi x sisi
Luas selokan /talud = ½ x 1,25 m x 1,25 m = 1, 5625 m2

PENAMPANG MELINTANG
profil A
Gambar 1. Penampang melintang profil A
Galian
Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
1,5625 mm2
Total galian
=
1,5625 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
0,0625 m2
Profil 1


.

L1


L2
 






Gambar Penampang melintang profil 1
Galian  :
L1r =   = 30 mm2

Talud 1 = ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
0,78 mm2
Total galian
=
30,78mm2x1m2
25 mm2


=
1,2312 m2

Timbunan :
L2 r =   = 47,77 mm2
Total timbunan                                                            = 47,77mm2x 1m2
                                                                                    25mm2
                                                                                    =  1,9108 m2   







Profil 2
Gambar 3 . Penampang melintang profil 2
Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
1,5625 mm2
Total galian
=
1,5625 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
0,0625 m2
Profil 3

L1

L1

L2
Gambar 4 . Penampang melintang profil 3
.
Luas galian
L1¨ =  40 x 3
=
=120 mm2
L1 r =  ½ x 2 x 3
=

3 mm2

L2 r =  ½ x 1,25 x 3
=

3 mm2

Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
1,5625 mm2  +


Total galian
=        
=

127,56 mm2
127,56 mm2  x 1 m2
25 mm2


=
5,1025 m2


Profil 4

L1

L2
Gambar 5 . Penampang melintang profil 4
L1r = ½ x 40 x 11
=
220 mm2
L2r =
=
48,92 mm2
Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
1,5625mm2
Total galian
=
270,4825 mm2
270,4825 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
10,8193 m2
Profil 5

L1
Gambar 6 . Penampang melintang profil 5
L1r
=
225,5 mmm2
Talud 1  =  ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
0,78mm2
Total galian
=
276,75 48,55mm2x1m2
25 mm2

=
1,942m2

Profil 6

L2

L1

L1
Gambar 7 . Penampang melintang profil 6


Luas timbunan           
L3¨ = 40  x 6
=
240 mm2
L2r = ½  x 3 x 6
=
9 mm2
L3r = ½  x 3 x 6
=
9  mm2
Luas total
=
258 mm2


Total timbunan
=
258 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
10,32 m2


Profil 7

L2

L1

L1
Gambar 8 . Penampang melintang profil 7
Luas timbunan
L1r = ½ x 1 x 3
=
15 mm2



L2r =  ½ x 1 x 3
=
1,5 mm2
L1¨ = 40 x 3
=
120 mm2
Luas total
=
123 mm2



Total timbunan
=
123mm2  x 1 m2
25 mm2

=
4,92 m2
Profil 8
Gambar 9 . Penampang melintang profil 8

Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)

=

1,5625 mm2
Total galian
=
1,5625 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
0,0625 m2
Profil 9

Gambar 10 . Penampang melintang profil 9
Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
1,5625 mm2
Total galian
=
1,5625 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
0,0625 m2
Profil 10
Gambar 11 . Penampang melintang profil 10


Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)


=


1,5625 mm2
Total galian
=
1,5625 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
0,0625 m2
Profil 11
Gambar 12 . Penampang melintang profil 11
Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
1,5625 mm2
Total galian
=
1,5625 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
0,0625 m2



Profil 12

Gambar 13 . Penampang melintang profil 12

Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)

=

1,5625 mm2
Total galian
=
1,5625 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
0,0625 m2

Profil 13

L2

L1

L1
Gambar 14 . Penampang melintang profil 13
Luas timbunan           
L1¨ = 40  x 8
=
320 mm2
L1r = ½  x 3 x 8
=
12 mm2
L2r = ½  x 3 x 8
=
12 mm2
Luas total
=
344 mm2


Total timbunan
=
344 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
13,76 m2







Profil 14

L1

L2

L1
Gambar 15. Penampang melintang profil 14
L1r = ½ x 2 x 8
=
8 mm2
L3r =
=
55,24 mm2
L1¨ = 40  x 8
=
320 mm2
Luas total
=
383,24 mm2



Total Timbunan
=

383,24 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
15,3296 m2

Profil 15

L1

L1


L2

L3
Gambar 16 . Penampang melintang profil 15
L2r = ½ x 2 x 5
=
5 mm2
L3r =
=
99,74 mm2
L1¨ = 10  x 5
=
50 mm2
L1r = ½ x 5 x 10
=
25 mm2
Luas total
=
179,74 mm2



Total Timbunan
=

179,74 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
7,1896 m2
Profil 16

L3

L2

L1

L2

L1
Gambar 17 . Penampang melintang profil 16
L1r = ½ x 20 x 5
=
50 mm2
L2r = ½ x 6 x 12
=
36mm2
L1¨ = 40  x 7
=
280 mm2
L2¨ = 10  x 5
=
50 mm2
L3r = ½ x4x 7
=
14 mm2
Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
1,5625 mm2
Luas total
=
431,5625 mm2



Total Galian
=

431,5625 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
17,2625 m2

Profil 17
Gambar 18 . Penampang melintang profil 17
Talud = 2 x ( ½  x  1,25 x 1,25)
=
1,5625 mm2
Total galian
=
1,5625 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
0,0625 m2
Profil B

L2

L1

L1

Gambar 19 . Penampang melintang profil B
Luas Galian
L1¨ = 40  x 8
=
320 mm2
L1r = ½  x 3 x 8
=
12 mm2
L2r = ½  x 3 x 8
=
12 mm2
Luas total
=
344 mm2


Total galian
=
344 mm2  x 1 m2
25 mm2

=
13,76 m2
DAFTAR PEKERJAAN TANAH
Sudah selesai perhitungan luas penampang galain maupun timbunan maka dihitunglah penampang rata-rata dari galian dan timbunan tersebut dengan ketentuan :
·         Luas rata-rata galian :
Luas penampang galian 1 + luas penampang galian 2
                                    2
·         Luas rata-rata timbunan :
Luas penampang timbunan 1 + luas penampang timbunan 2
                                    2
·         Volume galian :
Jarak profil  X luas rata- rata penampang galian
·         Volume timbunan
Jarak profil X luas rata-rata penmapang timbunan
·         Biaya galian
Total volume galian x biaya galian
·         Biaya timbunan
Total volume timbunan x biaya timbunan









Table. Daftar pekerjaan tanah
Nomor profil
Jarak antar profil
Luas penampang
( m2 )
Luas penampang rata-rata ( m2 )
Volume
( m2 )
Galian
Timbunan
Galian
Timbunan
Galian
Timbunan
A

0,0625
-





60


0,64685
-
38,811
-
1

1,2312
1,9108





90


0,64685
0,9554
58,2165
85,986
2

0,0625
-





44


2,5825
-
113,63
-
3

5,1025
-





22


7,9609
-
175,1398
-
4

10,8193
-





20


6,38065
-
127,613
-
5

1,942
-





20


0,971
5,16
19,42
103,2
6

-
10,32





30


-
7,62
-
228,6
7

-
4,92





30


0,03125
2,46
0,9375
73,8
8

0,0625
-





50


0,0625
-
3,125
-
9

0,0625
-





46


0,0625
-
2,875
-
10

0,0625
-





39,25


0,0625
-
2,453125
-
11

0,0625
-





39,25


0,0625
-
2,453125
-
12

0,0625
-





18


0,03125
6,88
0,5625
123,84
13

-
13,76





30


-
14,5448
-
436,344
14

-
15,3296





40


-
11,2596
-
450,384
15

-
7,1896





20


8,63125
3,5948
172,625
71,896
16

17,2625
-





10


8,6625
-
86,625
-
17

0,0625
-





10


6,9125
-
69,125
-
B

13,76
-




Total
873,61155
1574,05


Penentuan Biaya
Untuk mengetahui berapa besar biaya yang diperlukan dalam pembuatan jalan secara keseluruhan, harus diketahui berapa besar volume dari galian dan timbunan di sepanjang jalan yang akan dibuat. 
Besar biaya yang diperlukan untuk galian dalam satuan m3 adalah Rp. 85.000,-. sedangkan untuk biaya penimbunan tanah pada as jalan dalam satuan m3 sebesar Rp. 75.000,-.
Dari hasil perhitungan pada volume galian dan timbunan yang telah dilakukan dapat diketahui besar biaya yang diperlukan dalam pembuatan jalan hutan adalah sebagai berikut :
Total biaya galian                    = 873,61155  x  Rp. 85.000,-
                                                = Rp. 74.256.982,-

Total biaya timbunan             = 1574,05x  Rp.75.000.00,-
                                                            = Rp. 118.053.750,-

Biaya total                               = Biaya Galian + Biaya Timbunan
                                                = Rp. 74.256.982,- + Rp. 118.053.750,-
                                                = Rp.192.310.732,-
PEMBAHASAN
A.    Pembuatan Trace
               Dari hasil pekerjaaan dalam pembuata trace A. Pembuatan trace diperoleh tirik profil Adan titik profil B. Pada pembuataan trace ini terdapat satu belokan dengan panjang keseluruhan adalah 618,5 m.
               Yang harus diperhatikan dalam pembuatan trace:
a.                   jalan dibuat selurus mungkin.
b.                  Belokan dibuat untuk menghindari keadaaan yang sangat luar biasa seperti adanya banjir, jurang, kepentingan pembukaan sekunder wilayah hutan, menhindari tanjakan maksimum, menghindari bagunan-bagunan yang mahal.
c.         heling untuk tanah datar 5 %, daerah pegunungan ringan 6 - 7 %,daeh pegunugan berat 8 - 10%, dan belokan 5%. Pada pembuatan titik profil dalam pratikum ini, heliiing yang diperoleh sangat beragam antara 0 % sampai % dengan ketinggian yang beragam pula.
      B.  Penampang memanjang.
Pembuatan penampang memanjang ini dibuat berdasar ini  hasil sari pekerjaan dalam pembuatan trace pada peta kontur. Penampang memanjang menggambarkan  secara kasar penampang memanjang tanah asli dimana akan dilalui jalan yg direncanakan, sesuai dengan tititk profil yang dibuat pada penarikan trace dipeta kontur.
Dalam pembuatan penamoang memanjang dibuat garis perataan yang bertujuan untuk memperlembut yang didapat dari penampang memanjang tanah. Dengan adanya garis peratan, titk-titik profil yang memiliki helling yang tinggi dapat diperkecil dan helling yang rendah dapat menimalkan tingkat helling.
Dengan adanya garis perataan juga dapat menentukan berapa besar galian dan timbunan yang merupangkan selisih antara tinggi tanah asli dengan permukaan as jalan (permukaan garis perataan).
C.  penampang melintang
Penampang melintang erat hubungannya dengan pekerjaan penbuatan trace  dan pembuatan penampang memanjang jalan. Penampang memelintang dibuat dengan melihat hasil yang telah diperoleh dalm penampang memanjang dan meliat dalam peta kontur dalam menentukan tinggi tanah pada as jalan, sehingga dapat diperoleh besarnya galian dan timbunan.
Penampang melintang dibuat untuk menafsir besarnya volume pekerjaan tanah yang akan digali atau yang akan ditimbun.
D. Daftar pekerjaan tanah
Dari hasil pembuatanan penampang melintang dapat diketahui galian dan timbunan dari masing-masing titik profil, jika luas telah diketahui maka untuk menghitung volume dua titik profil yang berdekatan dengan mencari luas rata-rata dan dikalikan dengan jarak antar profil tersebut.
Dari hasil pekerjaan ini, diperoleh volume untuk galian sebesar 873,61155m2 dan volume timbunan sebesar 1574,05m2.
Penentuan biaya
Apabila luas dan timbunan telah diketahui, maka dapat dihitung besarnya biaya yang akan diperlukan dalam pembuatan trace jalan secara keseluruhan. Biaya yang telah ditetapkan untuk galian sebesar Rp. 85.000,-/ m2 dan untuk timbunan sebesar Rp. 75.000,-/ m2.
Besar biaya yang diperlukan untuk galian sebesar Rp. Rp. 74.256.982,- dan untuk timbunan sebesar Rp. Rp.118.053.750,-maka biaya yang diperlukan secara keseluruhan adalah sebesar Rp.192.310.732,-
,-








BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Tahapan pembuatan jaringan jalan antara lain adalah pembuatan trace, pembuatan penampang memanjang jalan, pembuatan penampang melintang jalan, pembuatan daftar pekerjaan tanah, serta penentuan biaya yang diperlukan.Heling untuk tanah datar 5 %, daerah pegunungan ringan 6 - 7 %,daerah pegunugan berat 8 - 10%, dan belokan 5%. Pada pembuatan titik profil dalam pratikum ini, heliiing yang diperoleh sangat beragam antara 0 % sampai 4% dengan ketinggian yang beragam pula.Pada penampang memanjang jalan ditarik garis perataan yang merupakan as jalan yang akan digunakan dalam pngangkutan hasil hutan. Jumlah titik profil yang terdapat pada pembuatan trace sebanyak 19 profil termasuk titik A dan titik profil B dengan satu belokan .Skala trace yang digunakan dalam kegiatan pembuatan jaringan jalan hutan ini adalah 1 : 2000. Jalan yang dibuat memiliki panjang langsung sejauh 618,5 m. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan jaringan jalan ini sebesar Rp.192.310.732,-

B.     Saran
Perencanaan awal dari pembuatan jaringan jalan hutan tentulah akan mempengaruhi hasil akhir, untuk itu diperlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi sehingga memperoleh hasil yang baik, ketelitian dalam menentukan trace definitif adalah kunci keberhasilan  dalam pembuatan jaringan jalan.
Pada pembuatan trace dengan daerah bertopografi harus memiliki skala yang tepat dan sesuai dengan gambaran dilapangan, hal ini dimaksudkan agar ketelitian dalam perhitungan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak terlalu menyimpang dari keadaan yang sebenarnya.
Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Isa. 2003. Perencanaan Pembuatan Jaringan Jalan Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas tanjungpura Pontianak: Pontianak
Oka dan Suiji Kusumo, 1972, Pedoman Pembuatan Jalan Angkutan Hutan, Proyek Asisten LPHH Perhutani: Jawa Timur.
Said, Masnuri Ir, dkk. 1986. Eksploitasi Hutan. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura: Pontianak
Sofyan. 1976. Dasar-Dasar Konstruksi Jalan Hutan, Pengantar KulturTeknis Bagian 1. Yayasan Fahutan Universitas Gajahmada: Yogyagkarta.
Widodo, Soegeng Ir. H. 2000, Prinsip dan Praktik Pemanenan Hutan di Indonesia. Departememn Kehutanan dan Perkebunan
dan Natural Resources Management Program

Istiqamah, meilia.2011.Kualitas pembukaan wilayah hutan pada pengolahan hutan alam produksi lestari di PT.INHUTANI 1 unit manajemen Sambarata, beras,KalTim.Fakultas Institute Pertanian Bogor.










No comments:

Post a Comment